ANALISIS
ALIRAN
MURJI’AH,
JABARIAH DAN QODARIAH
Oleh : Asep Hasan Muhiddin
Perang politik adalah
permasalah pertama yang timbul dikalangan umat islam sepeninggalan nabi
Muhammad SAW. Sejarah menanyakan mengapa demikian dan mengapa bukan permasalah ketauhidan
/keyakinan?
Dalam perkembangannya
agama islam terus menuai prestasi yang gemilang setelah berdirinya nabi
Muhammad SAW sebagai kepala negara yasrib yang kemudian dikenal dengan nama
Madinah. Kedudukan Islam yang pada mulanya tidak berdaya untuk melawan
ketertindasan kini bangkit dengan kekuatan yang terus merambah keseluruh
semenanjung Arabia. Estapeta kepemimpinan inilah yang menjadi perhatian utama
setelah wafatnya nabi sehingga memungkinkan lahinya ragam gaya kepemimpinan
yang menuai kontropersi antar umat.
Sejarah mencatat persoalan politik semakin mencuat kepermukaan
saat kholifahan usman yang menggantikan keholifahan Umar Ibn Khotob. Ini
disebabkan karena banyaknya kebijakan yang tidak diharapkan oleh umat islam
sehingga terjadi pemberontkan yang menyebabkan terbunuhnya kholifah usman.
Perkembangan politik tidak berhenti sampai
disini, Posisi Syaidina Ali bin thalib
sebagai calon terkuat untuk menduduki kursi kholifahan juga menuai beragam
penententangan dari berbagai pihak khususnya Talhah, Jubeir dan Muawiah.
Persoalan politik
yang berkepanjangan ini akhirnya meluas menjadi persoalan teologi yang berawal
dari penyelesaian sengketa dengan arbitrase sehingga memecahkan pengikut
Sayidina Ali bin Abi Tholib kedalam dua golongan yaitu Khawarij dan Si’ah dan
terus memicu lahirnya beberapa aliran teologi lainnya seperti halnya Murjia’ah,
Qodariah dan Jabariah.
Timbulnya aliran
murji’ah adalah sebagai reaksi terhadap paham kaum khawarij yang radikal, baik dari
golongan Muhakimah dan Azariqoh maupun Najdah, Sufriah dan Ibadiah yang pada
dasarnya mengkafirkan muslimin yang berdosa besar seperti halnya dalam
penetapan hukum yang tidak menggunakan hukum yang telah ditetapkan tuhan.
Murji’ah berasal dari
kata arja’a yang berarti menunda atau
memberi pengharapan. Menunda berarti penundaan keputusan kafir/tidak bagi
pendosa besar hingga hari kiamat sedangkan pengharapan artinya memberikan
harapan bagi pendosa besar untuk bertaubat dan masuk surga.
Dengan demikian paham
yang dibawanya mengenai permasalah penetapan murtad/kafirnya seorang muslim
adalah muslimin yang berdosa besar tetap seorang mu’min dan tidak kafir hingga
datang keputusan allah pada hari kiamat kelak. Argumen yang melandasi paham ini adalah maha
pemurah dan pengampunya tuhan yang memungkinkan tuhan akan mengampuni dosa-dosa
yang telah dilakukan seorang hambanya. Selama dirinya masih mengucapkan dan
meyakini syahadatain (tiada tuhan selain Allah dan nabi Muhammad SAW sebagai
utusannya) maka ia tetap seorang mu’min.
Seperti halnya kaum
khawirij, Murjiah pun terbagi kedalam beberapa golongan seperti Aljahmiah,
Al-Salihiah, Alyunusiah, dan Alkhasaniah. Namun pada dasrnya mereka terbagi
kedalam dua golongan besar yaitu Moderat yang berpaham selama seorang mu’min
yang berbuat dosa tersebut masih mengakui bahwa tiada tuhan selain Allah dan
nabi Muhammad adalah rosulnya maka ia dikategorikan masih tetap islam. Dan golongan ekstrim berpendapat perbuatan dosa
tidaklah mempengaruhi soal masuk surga atau neraka. Sehingga diantara mereka
ada yang mengatakan bahwa sekalipun lahirnya menyembah berhala dan menyatakan
kekufuran maka ia tetap seorang mu’min dan akan masuk sorga.
Dari uraian diatas
dapat ditarik kekhasannya bahwa aliran murjiah lebih menitik bertakan keimanan
dan keyakinan dalam hati dari pada amal atau perbuatan. Yang menentukan islam
atau tidaknya seseorang adalah keimanannya bukan perbuatannya. Dan apa yang ada
dalam hati hanyalah tuhan yang mengetahuinya secara pasti sedangkan manusia
hanya akan mengetahui hal-hal yang diucapkan melalui lisan. Sedangkan yang
diucapkan manusia terkadang sama bahkan tidak sama dengan apa yang tersembunyi
dalam hati. Dengan demikian keimanan tidak dapat dirusak oleh dosa yang
dilakukannya.
Jika demikian sudah
tentu bahwa paham murji’ah akan membawa generasi muslim untuk memasuki dunia
tidak bermoral dan jauh dari kata Akhlakul karimah dan sikap social yang
jelas-jelas berbenturan dengan ajaran dasar islam yang senantiasa membina moral
dan budi pekerti sehingga akan tercipta umat yang berakhlak tinggi dan berbudi
pekerti luhur.
Konsepnya tentang
iman jelas bertentangan sekali dengan
Alquran dan Assunah yang telah di dakwahkan rosul. Coba bandingkan dengan ayat alquran dan alhadits
berikut ini:
“Sesungguh orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila
disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka
ayat-ayat-Nya bertambahlah keimanan mereka dan hanya kepada Allah-lah mereka
bertawakkal. Orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian
dari rizki yang Kami karuniakan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman
dengan sebenar-benarnya.”
“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman itu. Orang-orang yang
khusyu’ dalam shalatnya. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari yang tiada
berguna. Dan orang-orang yang menunaikan zakat. Dan orang-orang yang menjaga
kemaluan kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yg mereka miliki. maka
sesungguh mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yg di balik
itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang
memelihara amanat-amanat dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara
shalatnya.”
Atau dengan hadits
berikut ini :
“Siapa saja diantara kalian yang melihat kemungkaran hendak mengubah
dengan tangannya. Jika tidak mampu dengan tangan maka dengan lisannya. Dan jika
tidak mampu dengan lisan maka dengan hati
itulah selemah-lemah iman.”
Bertentangan atau
tidaknya paham ini dengan pemahaman umat muslim saat ini tidak perlu menjadi
pertentangan. Yang jelas paham ini telah mencapai perkembangan pada masanya.
Maka yang terpenting kembangkanlah pemahan umat islam saat ini untuk mampu
mencapai kekuatan islam dimasa mendatang.
Kelompok qadariah mengatakan bahwa setiap
manusia bebas bertindak menurut mereka sendiri tidak ada campur tangan Tuhan (Free
will dan free act). Biasa dikatakan bahwa kehendak tuhan tidaklah mutlak
karena menurut mereka manusia memiliki potensi tersendiri untuk berkuasa dan
berbuat.
Pemahaman qodariah ini yang kemudian
diaadopsi oleh golongan mu’tazilah bahwa manusia mempunyai kekuasan dan
kemampuan untuk memanfaatkan segala potensi yang dimilikinya dengan menggunakan
kemampuan fikir dan olah budi.
Paham yang dipelopori oleh Ma’bad Al-Juhani
ini pada intinya manusia itu mampu
mewujudkan segala perbuatan dengan mengandalkan kemauan dan tenaga yang
dimilikinya dan melepaskan keterkaitan andil tuhan dala setiap perbuatan.
Jabariah memiliki ideology yang
berlawanan dengan Qodariah, menurutnya manusia tidak memiliki hak dan kemampuan
sebagaimana yang dikemukakan oleh Qadariah, akan tetapi menurut Jabariah
bahwa segala tindakan dan prilaku manusia adalah paksaan dari tuhan, sehingga
mereka memiliki faham perdestinatian atau fatalism. Golongan ini
beranggapan bahwa tuhan memiliki kekuasaan dan kehendak mutlak atas diri
manusia karena akal manusia memiliki keterbatasan. Dengan demikian segala
prilaku gerak dan tingkah perbuatan baik/buruk manusia di alam ini adalah
sekenario tuhan yang telah dinaskahkan dan manusia hanya menjalaninya.
Menghawatirkan memang saat menelaah
pergolakan teologi ini namun jika umat islam mampu menyikapi segala hal dengan
positif demi sebuah kemajuan dan perkembangan keimanan.
Dengan menganalisis paham qodariah
dan jabariah diharapka manusia tidak berpangku tangan menerima nasib (paham
jabariah) dan menunggu keajaiban yang memungkinkan akan melahirkan generasi
muslim yang lemah lagi pemalas dan tidak produktif namun seorang manusia harus
berani mencoba merubah nasib itu dengan usaha sungguh-sungguh, sebab manusia
bisa berhasil dengan kemampuannya yaitu kemampuan untuk berpikir dan berkarya
(Paham Qodariah).
Harun Nasution mengatakan bahwa kebangkitan umat Islam
tidak hanya ditandai dengan emosi keagamaan yang meluap-luap, tapi
harusberdasarkan pemikiran yang dalam, menyeluruh, dan filosofis terhadap agama
Islam itu sendiri.
Dengan demikian apapun paham yang terus lahir dan
berkembang ambilah pendekatan pemikirannya sehingga kita akan mampu menjadi
manusia yang benar-benar mampu digelari kholifah Fil Ard.
makasih infonya yaa!! :)
BalasHapusSiiiiiph sama2
Hapus