Ketentuan dalam hukum waris Islam
yang menyangkut para ahli waris yang berhak mendapat bagian dengan jumlah yang
sudah tertentu yang disebut ashhabul-furudh beserta bagian mereka
masing-masing dan para ahli waris yang mendapat sisa yang disebut juga dengan ‘ashabah
sudah ditetapkan dengan jelas di dalam Al-Qur’an dalam ayat-ayat mawaris
utama, yaitu Surat An-Nisa’ ayat 11, 12, dan 176. Di samping para ahli waris
yang disebutkan dalam ketiga ayat ini, ada juga ahli waris yang belum
disebutkan, seperti kakek, nenek, cucu, paman, dan bibi. Para ahli waris ini
disebutkan dalam beberapa hadits Nabi SAW. Demikian pula, beberapa ketentuan
yang berkaitan dengan hukum waris, seperti orang-orang yang tidak bisa menjadi
ahli waris dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam hadits-hadits beliau. Berikut
ini diuraikan beberapa hadits Nabi SAW yang berkaitan dengan hukum waris Islam
dan menjadi pelengkap sumber hukum waris Islam.
1. Hadits no.
1
Dari Ibnu Abbas RA dari Nabi SAW,
beliau bersabda: "Berikanlah faraidh (bagian-bagian yang telah ditentukan)
kepada yang berhak, dan selebihnya berikanlah kepada laki-laki dari keturunan
laki-laki yang terdekat." (HR Bukhari dan Muslim)
Kesimpulan atau intisari hadits ini:
a. Dalam pembagian warisan, ahli waris
yang mendapat bagian lebih dahulu adalah ahli waris golongan ashhabul-furudh
(ahli waris yang bagian mereka sudah tertentu), kemudian kalau ada sisanya baru
diberikan kepada ahli waris golongan ‘ashabah (ahli waris penerima sisa).
2. Hadits No.2
Dari Jabir bin Abdullah RA, dia berkata: Janda (dari Sa'ad
RA) datang kepada Rasulullah SAW bersama dua orang anak perempuannya. Lalu ia
berkata: "Wahai Rasulullah, ini dua orang anak perempuan Sa'ad yang telah
syahid pada Perang Uhud. Paman mereka mengambil semua harta peninggalan ayah
mereka dan tidak memberikan apa-apa untuk mereka. Keduanya tidak dapat kawin
tanpa harta." Nabi SAW bersabda: "Allah akan menetapkan hukum dalam
kejadian ini." Kemudian turun ayat-ayat tentang warisan. Nabi SAW
memanggil si paman dan berkata: "Berikan dua pertiga untuk dua orang anak
Sa'ad, seperdelapan untuk isteri Sa'ad, dan selebihnya ambil unukmu." (HR
Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Kesimpulan atau intisari hadits ini:
a. Dalam kasus pembagian warisan yang ahli
warisnya terdiri dari dua orang anak perempuan, isteri, dan paman, maka kedua
anak perempuan mendapat 2/3 bagian, isteri mendapat 1/8, dan paman menjadi
‘ashabah bin-nafsi yang mendapat sisanya.
3. Hadits No. 3
Dari Huzail bin Surahbil RA, dia berkata: Abu Musa RA
ditanya tentang kasus kewarisan seorang anak perempuan, anak perempuan dari
anak laki-laki, dan seorang saudara perempuan. Abu Musa RA berkata: "Untuk
anak perempuan setengah, untuk saudara perempuan setengah. Datanglah kepada
Ibnu Mas'ud RA, tentu dia akan mengatakan seperti itu pula." Kemudian
ditanyakan kepada Ibnu Mas'ud RA dan dia menjawab: "Saya menetapkan
berdasarkan apa yang telah ditetapkan oleh Nabi SAW. Yaitu untuk anak perempuan
setengah, untuk cucu perempuan seperenam sebagai pelengkap dua pertiga, sisanya
untuk saudara perempuan." (HR Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Kesimpulan atau intisari hadits ini:
a. Hadits ini menjadi dasar hukum yang
menetapkan hak waris cucu perempuan (dari anak laki-laki) yang mendapat 1/6
bagian jika bersama dengan seorang anak perempuan yang mendapat 1/2 bagian.
Sementara itu, saudara perempuan mendapat sisanya (dalam hal ini, saudara
perempuan menjadi ‘ashabah ma’al-ghair dengan sebab adanya anak perempuan
dan/atau cucu perempuan)
4. Hadits No. 4
Dari Imran bin Husein RA bahwa seorang laki-laki mendatangi
Nabi SAW sambil berkata: "Anak dari anak laki-laki saya meninggal dunia,
apa yang saya dapat dari harta warisannya?" Nabi SAW bersabda: "Kamu
mendapat seperenam." (HR Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi)
Kesimpulan atau intisari hadits ini:
a. Hadits ini menjadi dasar hukum yang
menetapkan hak waris kakek, yaitu kakek mendapat 1/6 bagian jika cucunya
meninggal dengan syarat tidak ada bapak.
5. Hadits No. 5
Dari Qabishah bin Dzuaib RA, dia berkata bahwa seorang nenek
mandatangi Abu Bakar RA yang meminta warisan dari cucunya. Abu Bakar RA berkata
kepadanya: "Saya tidak menemukan sesuatu untukmu dalam Kitab Allah, dan
saya tidak mengetahui ada hukum dalam sunnah Nabi SAW. Kembalilah dulu, nanti
saya akan bertanya kepada orang lain tentang hal ini." Mughirah bin
Syu'bah RA berkata: "Saya pernah menghadiri majelis Nabi SAW yang
memberikan hak nenek sebanyak seperenam." Abu Bakar RA berkata:
"Apakah ada orang lain selain kamu yang mengetahuinya?" Muhammad bin
Maslamah RA berdiri dan berkata seperti yang dikatakan Mughirah RA. Maka
akhirnya Abu Bakar RA memberikan hak warisan nenek itu." (HR Tirmidzi, Abu
Daud, dan Ibnu Majah)
Kesimpulan atau intisari hadits ini:
a. Hadits ini menjadi dasar hukum yang
menetapkan hak waris nenek, yaitu nenek mendapat 1/6 bagian jika cucunya
meninggal dengan syarat tidak ada ibu.
6. Hadits No. 6
Dari Usamah bin Zaid RA bahwa Nabi SAW bersabda,
"Seorang muslim tidak mewarisi nonmuslim, dan nonmuslim tidak mewarisi
seorang muslim." (H.R. Bukhari dan Muslim)
Kesimpulan atau intisari hadits ini:
a. Hadits ini menjadi dasar hukum yang
menetapkan bahwa hak waris-mewarisi tidak terjadi antara dua orang yang berbeda
agama.
7. Hadits No.7
Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda,
"Pembunuh tidak boleh mewarisi." (H.R. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Kesimpulan atau intisari hadits ini:
a. Hadits ini menjadi dasar hukum yang
menetapkan bahwa seorang pembunuh tidak berhak mewarisi orang yang dibunuhnya.
Dengan kata lain, hak warisnya menjadi hilang akibat perbuatannya membunuh itu.
8. Hadits No. 8
Dari Sa'ad bin Abi Waqqash RA ia berkata: "Saya pernah
sakit di Mekkah, sakit yang membawa kematian. Saya dijenguk oleh Nabi SAW. Saya
berkata kepada Nabi SAW, 'Ya Rasulullah, saya memiliki harta yang banyak, tidak
ada yang akan mewarisi harta kecuali seorang anak perempuan, bolehkah saya
sedekahkan dua pertiganya?' Jawab Nabi SAW, 'Tidak.' Saya berkata lagi,
'Bagaimana kalau separuhnya ya Rasulullah?' Jawab Nabi SAW, 'Tidak.' Saya
berkata lagi, 'Sepertiga?' Nabi SAW bersabda, 'Ya, sepertiga, dan sepertiga itu
sudah banyak. Sesungguhnya jika kamu meninggalkan keluargamu berkecukupan lebih
baik daripada meninggalkan mereka berkekurangan, sampai-sampai meminta kepada
orang'." (H.R. Bukhari)
Kesimpulan atau intisari hadits ini:
a. Hadits ini menjadi dasar hukum yang
menetapkan bahwa wasiat dibatasi hanya sampai sepertiga (1/3) dari jumlah harta
peninggalan, karena sepertiga itu sudah banyak, dan mewasiatkan harta melebihi
jumlah ini akan mengurangi penerimaan para ahli waris yang berhak mendapat
bagian.
9. Hadits No. 9
Dari 'Amr bin Muslim dari Thawus dari 'Aisyah RA ia berkata:
Rasulullah SAW bersabda: "Saudara laki-laki ibu menjadi ahli waris bagi
yang tidak ada ahli warisnya." (H.R. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Kesimpulan atau intisari hadits ini:
a. Saudara laki-laki dari ibu (yaitu
bibi) juga termasuk ahli waris, tetapi golongan dzawil-arham, yang mendapat
bagian jika tidak ada ahli waris golongan ashhabul-furudh dan ‘ashabah.
10. Hadits No. 10
Dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW beliau bersabda:
"Saya adalah lebih utama bagi seorang mukmin daripada diri mereka sendiri.
Barangsiapa yang meninggal dan mempunyai utang dan tidak meninggalkan harta
untuk membayarnya, maka sayalah yang akan melunasinya. Barangsiapa yang
meninggalkan harta, maka harta itu adalah untuk ahli warisnya." (H.R.
Bukhari dan Muslim)
Kesimpulan atau intisari hadits ini:
a. Rasulullah SAW semasa hidup beliau
telah bersedia menjadi orang yang bertanggung jawab melunasi utang orang yang
mati dalam keadaan tidak mempunyai harta untuk membayarnya.
11. Hadits No. 11
Dari Jabir bin Abdullah dan Miswar bin Makhramah, mereka
berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Seorang bayi tidak berhak menerima
warisan kecuali ia lahir dalam keadaan bergerak dengan jelas. Gerakannya
diketaui dari tangis, teriakan, atau bersin." (H.R. Ibnu Majah)
Kesimpulan atau intisari hadits ini:
a. Bayi yang baru lahir dalam keadaan
hidup berhak mendapatkan harta warisan.
Demikianlah beberapa hadits Nabi SAW yang
dapat dijadikan sebagai pelengkap sumber hukum waris Islam setelah Al-Qur’an.
Dari ayat-ayat mawaris dan hadits-hadits mawaris, maka para ulama telah
menyusun satu cabang ilmu dalam agama Islam yang diberi nama Ilmu Faraidh atau
Ilmu Mawaris yang menjadi pedoman bagi umat Islam untuk melaksanakan pembagian
harta warisan sesuai dengan petunjuk Allah SWT dan bimbingan Rasulullah SAW.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar