Kamis, 25 Oktober 2012

Tentang Rokok


TUHAN BERKEPALA API

Surat Untuk Perokok

Fulan ibnu Fulanah berkata
dari orang fakir sampai yang tajir,
dari yang murtad sampai dengan yang mengaku ustadz,
dari yang mengaku santri sampai dengan bapak mentri
dari orang yang bekerja dengan tangan yang kotor sampai dengan kalangan doktor,
dari operator sampai professor
dari kalangan pelajar sampai dengan staf pengajar,
semua rela diperbudak dengan tuhan berkepala api,
duhai negriku engkau adalah negri muslim, bukan negri kafir.
bahkan negri kafir sekalipun mengatur pemuja api ini,
oh negriku engkau adalah surga bagi mereka para pemuja,
dari ujung desa hingga ujung kota,
semua memuja tuhan berkepala api”.


Renungan untukmu wahai para perokok :
Jika saja tidak ada aktivitas merokok dalam setahun,
bisa dibayangkan berapa banyak dana terkumpul yang bisa digunakan untuk proyek yang jauh lebih bermanfaat,
kalo saja kita mau berpikir:
orang-orang yang miskin (mungkin) tidak bertambah miskin akibat merokok,
para pengusaha rokok tidak akan bertambah kaya akibat tidak ada aktiivitas para perokok,
para penumpang dalam angkutan umum yang penuh sesak tidak akan lagi merasa sesak dengan asap rokok,
pemerintah bisa menghemat dana untuk penaggulangan penyakit akibat rokok.
Pemerintah bisa menggunakan dananya untuk hal yang jauh lebih bermanfaat.
Jangan kalian hanya bisa mengkritik pemerintah dengan segala kebijakannya,
sementara kalian tidak bisa mengkritik diri kalian sendiri,
karena kalian pun sama dengan anggota dewan yang suka menghambur-hamburkan uang.

Pertanyaan untukmu wahai para perokok :
kemanakah batang-batang rokok yang kalian hisap,
yang jika diukur panjangnya melebihi panjangnya jalan yang ada dinegri ini,
berfikirlah kalian wahai para perokok,
kalian berkata kami tidak dapat berfikir jika kami tidak merokok,
lantas apakah kalian masih mau diperbudak dengan ketergantungan terhadap rokok,
berpikirlah wahai sang ayah yang sedang merokok didepan putra-putrinya,
apakah engkau hendak meracuni keluargamu dengan asap rokokmu,
ataukah engkau sedang mengajarkan anak-anakmu untuk bisa merokok seperti dirimu?
Berfikirlah wahai para pelajar yang sedang merokok dan belajar merokok,
apakah orang tua kalian memberi uang untuk kalian hambur-hamburkan dengan asap rokok yang tiada berguna,
Berfikirlah wahai kalian,
pikirkanlah tentang harta-harta kalian yang telah kalian belanjakan untuk
membeli rokok hanya untuk kalian bakar,
tengoklah sebentar tetangga-tetangga kalian yang mungkin tidak dapat makan,
karena ia tidak mampu untuk memenuhi kebutuhannya,
sementara kalian malah asik-asikkan membakar uang-uang kalian,
berfikirlah selagi kalian mampu berfikir,
sebelum datangnya waktu bagi kalian untuk tidak dimintakan lagi berfikir,
sebelum datangnya waktu bagi kalian dengan sebuah pertanyaan,
Darimana engkau dapatkan hartamu dan kemana engkau membelanjakan hartamu?

NB : Saudaramu yang perduli akan dirimu.
Afwan buat saudara-saudaraku para perokok.

Qurban dan Idul Adha

RITUAL QURBAN

Ayat dalam Al Qur'an tentang ritual kurban antara lain :
surat Al Kautsar ayat 2: Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah (anhar).
Sementara hadits yang berkaitan dengan kurban antara lain: “Siapa yang mendapati dirinya dalam keadaan lapang, lalu ia tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat Ied kami.” (HR. Ahmad dan ibn Majah).

Hadits Zaid ibn Arqam, ia berkata atau mereka berkata: “Wahai Rasulullah SAW, apakah qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Qurban adalah sunnahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim.” Mereka menjawab: “Apa keutamaan yang kami akan peroleh dengan qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.” Mereka menjawab: “Kalau bulu-bulunya?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan.” HR. Ahmad dan ibn Majah

“Jika masuk tanggal 10 Dzul Hijjah dan ada salah seorang diantara kalian yang ingin berqurban, maka hendaklah ia tidak cukur atau memotong kukunya.” HR. Muslim

“Kami berqurban bersama Nabi SAW di Hudaibiyah, satu unta untuk tujuh orang, satu sapi untuk tujuh orang. “ HR. Muslim, Abu Daud, Tirmidzi.

HUKUM QURBAN

Mayoritas ulama dari kalangan sahabat, tabi’in, tabiut tabi’in, dan fuqaha (ahli fiqh) menyatakan bahwa hukum qurban adalah sunnah muakkadah (utama), dan tidak ada seorangpun yang menyatakan wajib, kecuali Abu Hanifah (tabi’in). Ibnu Hazm menyatakan: “Tidak ada seorang sahabat Nabi pun yang menyatakan bahwa qurban itu wajib.

SYARAT-SYARAT QURBAN

Syarat dan ketentuan pembagian daging kurban adalah sebagai berikut :

·         Orang yang berkurban harus mampu menyediakan hewan sembelihan dengan cara halal tanpa berutang.
·         Kurban harus binatang ternak, seperti unta, sapi, kambing, atau biri-biri.
·         Binatang yang akan disembelih tidak memiliki cacat, tidak buta, tidak pincang, tidak sakit, dan kuping serta ekor harus utuh.
·         Hewan kurban telah cukup umur, yaitu unta berumur 5 tahun atau lebih, sapi atau kerbau telah berumur 2 tahun, dan domba atau kambing berumur lebih dari 1 tahun.
·         Orang yang melakukan kurban hendaklah yang merdeka (bukan budak), baligh, dan berakal.
·         Daging hewan kurban sebaiknya dibagi tiga, 1/3 untuk dimakan oleh yang berkurban, 1/3 disedekahkan, dan 1/3 bagian dihadiahkan kepada orang lain.

Hadits No. 512
Dari Ibnu Buraidah dari ayahnya Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tidak keluar pada (Hari Idul) Fitri sebelum makan dan tidak makan pada (Hari Idul) Adha sebelum sholat. Riwayat Ahmad dan Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban.
Hadits No. 698
Dari Abu Qotadah al-Anshory Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah ditanya mengenai puasa Arafah, lalu beliau menjawab: "Ia menghapus dosa-dosa tahun lalu dan yang akan datang." Beliau juga ditanya tentang puasa Asyura, lalu beliau menjawab: "Ia menghapus dosa-dosa tahun yang lalu." Dan ketika ditanya tentang puasa hari Senin, beliau menjawab: "Ia adalah kelahiranku, aku diutus, dan diturunkan al-Qur'an padaku." HR Muslim.
Hadits No. 704
Dari Abu Said Al-Khudry bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang shaum pada dua (hari), yakni (Hari Idul) Fitri dan (Hari Idul) Kurban. HR. Muttafaq Alaihi.

Hadits No. 1374
Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam biasanya berkurban dua ekor kambing kibas bertanduk. Beliau menyebut nama Allah dan bertakbir, dan beliau meletakkan kaki beliau di atas dahi binatang itu. Dalam suatu lafadz: Beliau menyembelihnya dengan tangan beliau sendiri. Dalam suatu lafadz: Dua ekor kambing gemuk. Menurut riwayat Abu Awanah dalam kitab Shahihnya: Dua ekor kambing mahal -dengan menggunakan huruf tsa' bukan sin- Dalam suatu lafadz riwayat Muslim: Beliau membaca bismillahi wallaahu akbar.
Hadits No. 1375
Menurut riwayatnya dari hadits 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa beliau pernah menyuruh dibawakan dua ekor kambing kibas bertanduk yang kaki, perut, dan sekitar matanya berwarna hitam. Maka dibawakanlah hewan itu kepada beliau. Beliau bersabda kepada 'Aisyah: "Wahai 'Aisyah, ambillah pisau." Kemudian bersabda lagi: "Asahlah dengan batu." 'Aisyah melaksanakannya. Setelah itu beliau mengambil pisau dan kambing, lalu membaringkannya, dan menyembelihnya seraya berdoa: "Dengan nama Allah. Ya Allah, terimalah (kurban ini) dari Muhammad, keluarganya, dan umatnya." Kemudian beliau berkurban dengannya.
Hadits No. 1376
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa mempunyai kemudahan untuk berkurban, namun ia belum berkurban, maka janganlah sekali-kali ia mendekati tempat sholat kami." Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah. Hadits shahih menurut Hakim. Hadits mauquf menurut para imam hadits selainnya.
Hadits No. 1377
Jundab Ibnu Sufyan Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku mengalami hari bersama Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam Setelah beliau selesai sholat bersama orang-orang, beliau melihat seekor kambing telah disembelih. Beliau bersabda: "Barangsiapa menyembelih sebelum sholat, hendaknya ia menyembelih seekor kambing lagi sebagai gantinya; dan barangsiapa belum menyembelih, hendaknya ia menyembelih dengan nama Allah." Muttafaq Alaihi.
Hadits No. 1378
Al-Bara' Ibnu 'Azib Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berdiri di tengah-tengah kami dan bersabda: "Empat macam hewan yang tidak boleh dijadikan kurban, yaitu: yang tampak jelas butanya, tampak jelas sakitnya, tampak jelas pincangnya, dan hewan tua yang tidak bersum-sum." Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih menurut Tirmidzi dna Ibnu Hibban.
Hadits No. 1379
Dari Jabir bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jangan menyembelih kecuali hewan yang umurnya masuk tahun ketiga. Bila engkau sulit mendapatkannya, sembelihlah kambing yang umurnya masuk tahun kelima." Riwayat Muslim.
Hadits No. 1380
Ali Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan kami agar memeriksa mata dan telinga, dan agar kami tidak mengurbankan hewan yang buta, yang terpotong telinga bagian depannya atau belakangnya, yang robek telinganya, dan tidak pula yang ompong gigi depannya. Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih menurut TIrmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim.
Hadits No. 1381
Ali Ibnu Abu Thalib Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan kepadaku untuk mengurusi kurban-kurbannya; membagi-bagikan daging, kulit dan pakaiannya kepada orang-orang miskin, dan aku tidak diperbolehkan memberi suatu apapun dari kurban kepada penyembelihnya. Muttafaq Alaihi.
Hadits No. 1382
Jabir Ibnu Abdullah berkata: Kami pernah menyembelih bersama Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pada tahun Hudaibiyyah seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh orang. Riwayat Muslim.
Riyadus sholihin
716. Dari Jabir r.a., katanya: "Nabi s.a.w. itu apabila hari raya - yakni ketika pergi untuk shalatul'id, maka beliau menyalahi jalan." (Riwayat Bukhari)
Ucapannya: "Khalafath thariqa": menyalahi jalan artinya ialah bahwa perginya melalui jalan yang satu sedang pulangnya melalui jalan lainnya lagi - bukan jalan waktu perginya tadi.

Hikmah puasa tgl 8 dan 9 Dzulhijjah (Puasa Tarwiyah dan Arafah)


PUASA ARAFAH adalah puasa sunnah yang dilaksanakan pada hari Arafah yakni tanggal 9 Dzulhijah. Puasa ini sangat dianjurkan bagi orang-orang yang tidak menjalankan ibadah haji. Adapun teknis pelaksanaannya mirip dengan puasa-puasa lainnya.
Keutamaan puasa Arafah ini seperti diriwayatkan dari Abu Qatadah Rahimahullah. Rasulullah SAW bersabda:
Puasa hari Arafah dapat menghapuskan dosa dua tahun yang telah lepas dan akan datang, dan puasa Assyura (tanggal 10 Muharram) menghapuskan dosa setahun yang lepas. (HR. Muslim)
Sementara puasa Tarwiyah dilaksanakan pada hari Tarwiyah yakni pada tanggal 8 Dzulhijjah. Ini didasarkan pada satu redaksi hadits yang artinya bahwa Puasa pada hari Tarwiyah menghapuskan dosa satu tahun, dan puasa pada hari Arafah menghapuskan (dosa) dua tahun. Dikatakan hadits ini dloif (kurang kuat riwayatnya) namun para ulama memperbolehkan mengamalkan hadits yang dloif sekalipun sebatas hadits itu diamalkan dalam kerangka fadla’ilul a’mal (untuk memperoleh keutamaan), dan hadits yang dimaksud tidak berkaitan dengan masalah aqidah dan hukum.
Lagi pula hari-hari pada sepersepuluh bulan Dzulhijjah adalah hari-hari yang istimewa. Abnu Abbas r.a meriwayatkan Rasulullah s.a.w bersabda:
Tidak ada perbuatan yang lebih disukai oleh Allah SWT, dari pada perbuatan baik yang dilakukan pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Para sahabat bertanya : Ya Rasulullah! walaupun jihad di jalan Allah? Sabda Rasulullah: Walau jihad pada jalan Allah kecuali seorang lelaki yang keluar dengan dirinya dan harta bendanya, kemudian tidak kembali selama-lamanya (menjadi syahid). (HR Bukhari)
Puasa Arafah dan tarwiyah sangat dianjurkan untuk turut merasakan nikmat yang sedang dirasakan oleh para jemaah haji sedang menjalankan ibadah di tanah suci.
Tidak disangsikan lagi bahwa puasa adalah jenis amalan yang paling utama, dan yang dipilih Allah untuk diri-Nya. Disebutkan dalam hadist Qudsi: Puasa ini adalah untuk-Ku, dan Aku-lah yang akan membalasnya. Sungguh dia telah meninggalkan syahwat, makanan dan minumannya semata-mata karena Aku.
Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri, Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah SAW bersabda: Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah melainkan Allah pasti menjauhkan dirinya dengan puasanya itu dari api neraka selama tujuh puluh tahun. (HR Bukhari Muslim)

Senin, 27 Agustus 2012

Renungan Kehidupan


PENSIL AJAIB
(disampaikan saat pestra 3 Annur tingkat Kibar)*
Kali ini saya ingin menceritakan kepada Anda sebuah kisah penuh hikmah dari sebatang pensil. Dikisahkan, sebuah pensil akan segera  dibungkus dan dijual ke pasar. Oleh pembuatnya, pensil itu dinasihati mengenai tugas yang akan diembannya. Maka, beberapa  wejangan pun diberikan kepada si pensil. Inilah yang dikatakan oleh si pembuat pensil tersebut kepada pensilnya.
Wahai pensil, tugasmu yang pertama dan utama adalah membantu orang sehingga memudahkan mereka menulis. Kamu boleh melakukan fungsi apa pun, tapi tugas utamamu adalah sebagai alat penulis. Kalau kamu gagal berfungsi sebagai alat tulis. Macet, rusak, maka tugas utamamu menaglami sebuah kegagal
"Kedua, agar dirimu bisa berfungsi dengan sempurna, kamu akan mengalami proses penajaman. Memang meyakitkan, tapi itulah yang akan membuat dirimu menjadi berguna dan lebih memilikib fungsi yang optimal".
"Ketiga, yang penting bukanlah yang ada di luar dirimu. Yang penting, yang utama dan yang paling berguna adalah yang ada di dalam dirimu. Itulah yang membuat dirimu menjadi berharga dan berguna bagi umat manusia".
"Keempat, kamu tidak bisa berfungsi sendirian. Agar bisa berguna dan bermanfaat, maka kamu harus membiarkan dirimu bekerjasama dengan manusia yang menggunakanmu"
"Kelima. Di saat-saat terakhir, apa yang telah engkau hasilkan itulah yang menunjukkan seberapa hebatnya dirimu yang sesungguhnya. Bukanlah pensil utuh yang dianggap berhasil, melainkan pensil-pensil yang telah membantu menghasilkan karya terbaik, yang berfungsi  hingga potongan terpendek. Itulah yang sebenarnya paling mencapai tujuanmu untuk apa dan mengapa kamu dibuat".
Sejak itulah, pensil-pensil itu pun masuk ke dalam kotaknya, dibungkus, dikemas, dan dijual ke pasar bagi untuk melengkapi kebutuhan manusia yang mungkin dibutuhkannya.
Pembaca, pensil-pensil ini pun mengingatkan kita mengenai tujuan dan misi kita berada di dunia ini. Saya pun percaya bahwa bukanlah tanpa sebab kita berada dan diciptakan ataupun dilahirkan di dunia ini. Yang jelas, ada sebuah purpose dalam diri kita yang perlu untuk digenapi dan segera diselesaikan demi sebuah kesempurnaan.
Sama seperti pensil itu, begitu pulalah diri kita yang berada di dunia ini. Apa pun profesinya, saya yakin kesadaran kita mengenai tujuan dan panggilan hidup kita, akan membuat hidup kita menjadi semakin bermakna.
Hilang arah…..!
Tidak mengherankan jika Victor Frankl yang memopulerkan Logoterapi, yang dia sendiri pernah disiksa oleh Nazi, mengemukakan "tujuan hidup yang jelas, membuat orang punya harapan serta tidak mengakhiri  hidupnya". Itulah sebabnya, tak mengherankan jika dikatakan bahwa salah satu penyebab terbesar dari angka bunuh diri adalah kehilangan arah ataupun tujuan hidup. Maka, dari filosofi pensil di atas kita belajar mengenai lima hal penting dalam menjalani kehidupan.
Pertama, hidup harus punya tujuan yang pasti. Apapun kerja, profesi atau pun peran yang kita mainkan di dunia ini, kita harus berdaya guna. Jika tidak, maka sia-sialah tujuan diri kita diciptakan. Celakanya, kita lahir tanpa sebuah instruksi ataupun buku manual yang menjelaskan untuk apakah kita hadir di dunia ini. Pencarian akan tujuan dan panggilan kita, menjadi tema penting selama kita hidup di dunia.
Yang jelas, kehidupan kita dimaknakan untuk menjadi berguna dan bermanfaat serta positif bagi orang-orang di sekitar kita, minimal untuk orang-orang terdekat. Jika tidak demikian, maka kita useless. Tidak ada gunanya. Sama seperti sebatang pensil yang tidak bisa dipakai menulis, maka ia tidaklah berguna sama sekali.
Kedua, akan terjadi proses penajaman sehingga kita bisa berguna optimal, oleh karena itulah, sering terjadi kesulitan, hambatan ataupun tantangan. Semuanya berguna dan bermanfaat sehingga kita selalu belajar darinya untuk menjadi lebih baik. Ingat kembali soal
Lee Iacocca, salah satu eksekutif yang justru menjadi besar dan terkenal, setelah dia didepak keluar dari mobil Ford. Pengalaman itu justru menjadi pemacu semangat baginya untuk berhasil di Chrysler.
Ingat pula, Donald Trump yang sempat diguncang masalah finansial dan nyaris bangkrut. Namun, kebangkrutannya itulah yang justru menjadi pelajaran dan motivasi baginya untuk sukses lebih langgeng. Kadang penajaman itu 'sakit'. Namun, itulah yang justru akan memberikan kesempatan kita mengeluarkan yang terbaik.
Ketiga, bagian internal diri kitalah yang akan berperan. Saya sering menyaksikan banyak artis, ataupun bintang film yang terkenal, justru yang hebat bukanlah karena mereka paling cantik ataupun paling tampan. Tetapi, kemampuan dalam diri mereka, filosofi serta semangat merekalah yang membuat mereka menjadi luar biasa. Demikian pula pada diri kita. Pada akhirnya, apa yang ada di dalam diri kita seperti karakter, kemampuan, bakat, motivasi, semangat, pola pikir itulah yang akan lebih berdampak daripada tampilan luar diri kita.
Keempat, pensil pun mengajarkan agar bisa berfungsi sempurna kita harus belajar bekerja sama dengan orang lain. Bayangkanlah seorang aktor atau aktris yang tidak mau diatur sutradaranya. Bayangkan seorang anak buah yang tidak mau diatur atasannya. Ataupun seorang service provider yang tidak mau diatur oleh pelanggannya. Mereka semua tidak akan berfungsi sempurna. Agar berhasil, kadang kita harus belajar dari pensil untuk 'tunduk' dan membiarkan diri kita berubah menjadi alat yang sempurna dengan belajar dan mendengar dari ahlinya. Itulah sebabnya, kemampuan untuk belajar bekerja sama dengan orang lain, mendengarkan orang lain, belajar dari 'guru' yang lebih tahu adalah sesuatu yang membuat kita menjadi lebih baik.
Terakhir, pensil pun mengajarkan kita meninggalkan warisan yang berharga melalui karya-karya yang kita tinggalkan. Tugas kita bukan kembali dalam kondisi utuh dan sempurna, melainkan menjadikan diri kita berarti dan berharga. Itulah filosofi 'memberi dan melayani yang diajarkan oleh Tuhan kita.

LAPANG DADA TERHADAP PERSELISIHAN


LAPANG DADA TERHADAP PERSELISIHAN
(Refleksi Pesantren Ramadhan 3 Annur)*

Segala puji hanya milik Allah, yang telah mempersatukan hati, mendorong orang-orang beriman  untuk berkumpul dan bersatu, serta memperingatkan mereka dari perpecahan dan perselisihan.  Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah semata yang  tidak ada sekutu bagiNya, yang menciptakan dan menentukan, menetapkan syari’at dan memudahkannya. Allah Maha Penyayang terhadap hama-hambaNya yang beriman. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan  utusanNya, yang memerintahkan untuk memberikan kemudahan dan kabar gembira.
Seorang muslim haruslah berlapang dada terhadap orang yang menyelisihinya, apalagi jika diketahui bahwa orang yang menyelisihinya itu memiliki niat yang baik dan ia tidaklah menyelisihinya melainkan dikarenakan ia belum pernah mendapatkan dirinya ditegakkan hujjah kepadanya. Selayaknya seseorang bersikap fleksibel di dalam masalah ini, dan janganlah ia menjadikan perselisihan semisal ini berdampak pada permusuhan dan kebencian. Allohumma, kecuali seorang yang menyelisihi karena menentang, padahal telah diterangkan padanya kebenaran dan ia tetap bersikeras di atas kebatilannya. Apabila demikian keadaannya, maka wajib mensikapinya dengan sesuatu yang layak baginya berupa menjauhkan dan memperingatkan ummat dari dirinya. Karena permusuhannya telah jelas dan telah diterangkan padanya kebenaran namun ia tidak mau mengapresiasikannya.
Ada permasalahan furu’iyyah yang diperselisihkan manusia, dan hal ini pada hakikatnya termasuk sesuatu yang Alloh memberikan kelapangan kepada hamba-hamba-Nya adanya perselisihan di dalamnya. Yang saya maksud adalah permasalahan yang bukan termasuk ushul (pokok) yang dapat mengantarkan kepada pengkafiran bagi yang menyelisihinya. Maka masalah ini termasuk perkara yang Alloh memberikan keluasan di dalamnya bagi hamba-hamba-Nya dan adanya kesalahan di dalamnya dimaafkan. Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda :
إذا حكم الحاكم فاجتهد فأصاب فله أجران وإن أخطأ فله أجر واحد
“Apabila seorang hakim berijtihad lalu ia benar maka ia mendapatkan dua pahala, namun apabila ia tersalah maka mendapatkan satu pahala.”
Seorang mujtahid, ia tidak akan keluar dari cakupan pahala selamanya, bisa jadi ia mendapatkan dua pahala apabila ia benar dan bisa jadi satu pahala apabila ia tersalah.
Apabila anda tidak menginginkan ada orang selain anda yang menyelisihi anda, demikian pula dengan orang lain, ia juga tidak menginginkan ada orang lainnya yang menyelisihinya. Sebagaimana pula anda menghendaki supaya manusia mau menerima pendapat anda maka orang yang menyelisihi anda pun juga ingin supaya pendapat mereka diterima.
Maka, tempat kembali ketika terjadi perbedaan pendapat, telah Alloh Azza wa Jalla terangkan di dalam firman-Nya :
وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِن شَىْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبِّى عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, Maka putusannya (terserah) kepada Allah. (yang mempunyai sifat-sifat demikian) Itulah Allah Tuhanku. kepada-Nya lah Aku bertawakkal dan kepada-Nyalah Aku kembali.” (QS asy-Syuuro : 10)
Dan firman-Nya Azza wa Jalla :
يَـأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُواْ أَطِيعُواْ اللَّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِى الاَْمْرِ مِنْكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الاَْخِرِ ذلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS an-Nisaa` : 59)
Wajib bagi setiap orang yang berselisih dan berbeda pendapat untuk kembali kepada dua pokok ini, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya Shallallahu ’alaihi wa Salam. Tidaklah halal bagi seorangpun untuk menentang Kalamullah Ta’ala dan ucapan Rasul-Nya Shallallahu ’alaihi wa Salam dengan ucapan seorang manusia, siapapun dia.
Jika telah jelas bagi anda suatu kebenaran, maka wajib bagi anda melempar ucapan orang yang menyelisihi kebenaran itu ke balik tembok dan janganlah anda menoleh kepadanya walau setinggi apapun kedudukannya di dalam ilmu dan agama. Karena ucapan seseorang bisa saja salah sedangkan Kalamullah Ta’ala dan  ucapan Rasul-Nya Shallallahu ’alaihi wa Salam tidak mungkin salah.
Sungguh aku benar-benar sangat sedih, ketika aku mendengar ada sekelompok orang yang dianggap sebagai orang yang tekun dan giat di dalam menuntut dan meraih ilmu, akan tetapi kami mendapatkan mereka dalam keadaan berpecah belah. Setiap orang dari mereka memiliki nama atau sifat tertentu. Hal ini pada realitanya merupakan suatu kekeliruan, karena agama Alloh Azza wa Jalla itu satu dan ummat Islam itu juga satu. Alloh Azza wa Jalla berfirman :
وَإِنَّ هَـذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَحِدَةً وَأَنَاْ رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ
Sesungguhnya ummat kamu semua ini adalah ummat yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, Maka bertakwalah kepada-Ku.” (QS al-Mu’minun : 52)
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya Muhammad Shallallahu ’alaihi wa Salam :
إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُواْ دِينَهُمْ وَكَانُواْ شِيَعًا لَّسْتَ مِنْهُمْ فِى شَىْءٍ إِنَّمَآ أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُواْ يَفْعَلُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah, Kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang Telah mereka perbuat.” (QS al-An’aam : 159)
Alloh Azza wa Jalla berfirman :
شَرَعَ لَكُم مِّنَ الِدِينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحاً وَالَّذِى أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُواْ الدِّينَ وَلاَ تَتَفَرَّقُواْ فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِى إِلَيْهِ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِى إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
Dia Telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang Telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang Telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang Telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).” (QS asy-Syuuro : 13)
Apabila ini adalah arahan Alloh Azza wa Jalla kepada kita, maka wajib bagi kita menerima arahan ini dan wajib bagi kita bersatu di atas landasan pembahasan dan saling berdiskusi satu dengan lainnya di atas koridor ishlah (perbaikan) bukannya di atas koridor kritikan dan balas dendam.
Karena sesungguhnya, setiap orang yang mendebat orang lain dengan maksud untuk memenangkan pendapatnya dan merendahkan pendapat selainnya, atau bermaksud hanya untuk mengkritisi tanpa ada keinginan untuk membenahi, maka mayoritas mereka akan keluar dengan hasil yang tidak diridhai Alloh dan Rasul-Nya. Maka wajib bagi kita di dalam masalah seperti ini menjadi umat yang satu.
Saya tidaklah mengatakan tidak ada orang yang tidak bersalah. Setiap orang bisa salah dan bisa benar. Akan tetapi, yang saya bicarakan adalah cara di dalam membenahi kesalahan. Cara di dalam membenahi kesalahan itu bukan dengan cara saya berbicara di belakangnya atau saya mencelanya. Namun cara di dalam membenahi adalah dengan aku berkumpul dan berdiskusi dengannya, apabila tampak setelah ini orang tersebut bersikeras menentang dan tetap berpegang dengan kebatilannya, maka pada saat itulah saya memiliki alasan dan hak, bahkan saya wajib menjelaskan kesalahannya serta memperingatkan manusia dari kesalahannya. Dengan inilah masalah-masalah tersebut akan dapat dibenahi. Adapun berpecah belah dan berpartai-partai, tidak ada seorang pun yang senang dengan hal ini kecuali musuh Islam dan musuh kaum muslimin.
والله أسأل أن يجمع قلوبنا على طاعته، وأن يجعلنا من المتحاكمين إلى الله ورسوله، وأن يخلص لنا النية ويبين لنا ما خفي علينا من شريعته إنه جواد كريم.
Saya memohon kepada Alloh untuk mempersatukan hati kita di atas ketaatan kepada-Nya, menjadikan kita orang yang senantiasa berhukum kepada Alloh dan Rasul-Nya dan mengikhlaskan niat kita serta menerangkan kepada kita segala hal yang masih tersamar atas kita dari syariat-Nya, karena sesungguhnya Ia adalah Maha Pemurah lagi Maha Mulia.
والحمد لله رب العالمين وصلى وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين.
Segala puji hanyalah milik Alloh Rabb pemelihara alam semesta. Sholawat dan Salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga beliau dan para sahabatnya sekalian.

Jumat, 20 April 2012

Analisis Aliran Dalam Teologi Islam


ANALISIS ALIRAN
MURJI’AH, JABARIAH DAN QODARIAH
Oleh : Asep Hasan Muhiddin

Perang politik adalah permasalah pertama yang timbul dikalangan umat islam sepeninggalan nabi Muhammad SAW. Sejarah menanyakan mengapa demikian dan mengapa bukan permasalah ketauhidan /keyakinan?
Dalam perkembangannya agama islam terus menuai prestasi yang gemilang setelah berdirinya nabi Muhammad SAW sebagai kepala negara yasrib yang kemudian dikenal dengan nama Madinah. Kedudukan Islam yang pada mulanya tidak berdaya untuk melawan ketertindasan kini bangkit dengan kekuatan yang terus merambah keseluruh semenanjung Arabia. Estapeta kepemimpinan inilah yang menjadi perhatian utama setelah wafatnya nabi sehingga memungkinkan lahinya ragam gaya kepemimpinan yang menuai kontropersi antar umat.
Sejarah mencatat  persoalan politik semakin mencuat kepermukaan saat kholifahan usman yang menggantikan keholifahan Umar Ibn Khotob. Ini disebabkan karena banyaknya kebijakan yang tidak diharapkan oleh umat islam sehingga terjadi pemberontkan yang menyebabkan terbunuhnya kholifah usman.
   Perkembangan politik tidak berhenti sampai disini,  Posisi Syaidina Ali bin thalib sebagai calon terkuat untuk menduduki kursi kholifahan juga menuai beragam penententangan dari berbagai pihak khususnya Talhah, Jubeir dan Muawiah.
Persoalan politik yang berkepanjangan ini akhirnya meluas menjadi persoalan teologi yang berawal dari penyelesaian sengketa dengan arbitrase sehingga memecahkan pengikut Sayidina Ali bin Abi Tholib kedalam dua golongan yaitu Khawarij dan Si’ah dan terus memicu lahirnya beberapa aliran teologi lainnya seperti halnya Murjia’ah, Qodariah dan Jabariah.
Timbulnya aliran murji’ah adalah sebagai reaksi terhadap paham kaum khawarij yang radikal, baik dari golongan Muhakimah dan Azariqoh maupun Najdah, Sufriah dan Ibadiah yang pada dasarnya mengkafirkan muslimin yang berdosa besar seperti halnya dalam penetapan hukum yang tidak menggunakan hukum yang telah ditetapkan tuhan.
Murji’ah berasal dari kata  arja’a yang berarti menunda atau memberi pengharapan. Menunda berarti penundaan keputusan kafir/tidak bagi pendosa besar hingga hari kiamat sedangkan pengharapan artinya memberikan harapan bagi pendosa besar untuk bertaubat dan masuk surga.
Dengan demikian paham yang dibawanya mengenai permasalah penetapan murtad/kafirnya seorang muslim adalah muslimin yang berdosa besar tetap seorang mu’min dan tidak kafir hingga datang keputusan allah pada hari kiamat kelak.  Argumen yang melandasi paham ini adalah maha pemurah dan pengampunya tuhan yang memungkinkan tuhan akan mengampuni dosa-dosa yang telah dilakukan seorang hambanya. Selama dirinya masih mengucapkan dan meyakini syahadatain (tiada tuhan selain Allah dan nabi Muhammad SAW sebagai utusannya) maka ia tetap seorang mu’min.
Seperti halnya kaum khawirij, Murjiah pun terbagi kedalam beberapa golongan seperti Aljahmiah, Al-Salihiah, Alyunusiah, dan Alkhasaniah. Namun pada dasrnya mereka terbagi kedalam dua golongan besar yaitu Moderat yang berpaham selama seorang mu’min yang berbuat dosa tersebut masih mengakui bahwa tiada tuhan selain Allah dan nabi Muhammad adalah rosulnya maka ia dikategorikan masih tetap islam. Dan  golongan ekstrim berpendapat perbuatan dosa tidaklah mempengaruhi soal masuk surga atau neraka. Sehingga diantara mereka ada yang mengatakan bahwa sekalipun lahirnya menyembah berhala dan menyatakan kekufuran maka ia tetap seorang mu’min dan akan masuk sorga.
Dari uraian diatas dapat ditarik kekhasannya bahwa aliran murjiah lebih menitik bertakan keimanan dan keyakinan dalam hati dari pada amal atau perbuatan. Yang menentukan islam atau tidaknya seseorang adalah keimanannya bukan perbuatannya. Dan apa yang ada dalam hati hanyalah tuhan yang mengetahuinya secara pasti sedangkan manusia hanya akan mengetahui hal-hal yang diucapkan melalui lisan. Sedangkan yang diucapkan manusia terkadang sama bahkan tidak sama dengan apa yang tersembunyi dalam hati. Dengan demikian keimanan tidak dapat dirusak oleh dosa yang dilakukannya.
Jika demikian sudah tentu bahwa paham murji’ah akan membawa generasi muslim untuk memasuki dunia tidak bermoral dan jauh dari kata Akhlakul karimah dan sikap social yang jelas-jelas berbenturan dengan ajaran dasar islam yang senantiasa membina moral dan budi pekerti sehingga akan tercipta umat yang berakhlak tinggi dan berbudi pekerti luhur.
Konsepnya tentang iman  jelas bertentangan sekali dengan Alquran dan Assunah yang telah di dakwahkan rosul.  Coba bandingkan dengan ayat alquran dan alhadits berikut ini:
“Sesungguh orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah keimanan mereka dan hanya kepada Allah-lah mereka bertawakkal. Orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami karuniakan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya.”
“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman itu. Orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari yang tiada berguna. Dan orang-orang yang menunaikan zakat. Dan orang-orang yang menjaga kemaluan kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yg mereka miliki. maka sesungguh mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yg di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya.”
Atau dengan hadits berikut ini :
“Siapa saja diantara kalian yang melihat kemungkaran hendak mengubah dengan tangannya. Jika tidak mampu dengan tangan maka dengan lisannya. Dan jika tidak mampu dengan lisan maka dengan hati itulah selemah-lemah iman.”
Bertentangan atau tidaknya paham ini dengan pemahaman umat muslim saat ini tidak perlu menjadi pertentangan. Yang jelas paham ini telah mencapai perkembangan pada masanya. Maka yang terpenting kembangkanlah pemahan umat islam saat ini untuk mampu mencapai kekuatan islam dimasa mendatang.
 Pada masa perkembangannya murjiah, umat islam telah banyak mempunyai kontak dan keyajinan-keyakinan dari agama-agama lain dan falsafat yunani sehingga lahirlah kelompok baru yaitu kelompok qadariah dan jabariah.
 Kelompok qadariah mengatakan bahwa setiap manusia bebas bertindak menurut mereka sendiri tidak ada campur tangan Tuhan (Free will dan free act). Biasa dikatakan bahwa kehendak tuhan tidaklah mutlak karena menurut mereka manusia memiliki potensi tersendiri untuk berkuasa dan berbuat.
Pemahaman qodariah ini yang kemudian diaadopsi oleh golongan mu’tazilah bahwa manusia mempunyai kekuasan dan kemampuan untuk memanfaatkan segala potensi yang dimilikinya dengan menggunakan kemampuan fikir dan olah budi.
Paham yang dipelopori oleh Ma’bad Al-Juhani ini pada intinya  manusia itu mampu mewujudkan segala perbuatan dengan mengandalkan kemauan dan tenaga yang dimilikinya dan melepaskan keterkaitan andil tuhan dala setiap perbuatan. 
Jabariah memiliki ideology yang berlawanan dengan Qodariah, menurutnya manusia tidak memiliki hak dan kemampuan sebagaimana yang dikemukakan oleh Qadariah, akan tetapi menurut Jabariah bahwa segala tindakan dan prilaku manusia adalah paksaan dari tuhan, sehingga mereka memiliki faham perdestinatian atau fatalism. Golongan ini beranggapan bahwa tuhan memiliki kekuasaan dan kehendak mutlak atas diri manusia karena akal manusia memiliki keterbatasan. Dengan demikian segala prilaku gerak dan tingkah perbuatan baik/buruk manusia di alam ini adalah sekenario tuhan yang telah dinaskahkan dan manusia hanya menjalaninya.
Menghawatirkan memang saat menelaah pergolakan teologi ini namun jika umat islam mampu menyikapi segala hal dengan positif demi sebuah kemajuan dan perkembangan keimanan.
Dengan menganalisis paham qodariah dan jabariah diharapka manusia tidak berpangku tangan menerima nasib (paham jabariah) dan menunggu keajaiban yang memungkinkan akan melahirkan generasi muslim yang lemah lagi pemalas dan tidak produktif namun seorang manusia harus berani mencoba merubah nasib itu dengan usaha sungguh-sungguh, sebab manusia bisa berhasil dengan kemampuannya yaitu kemampuan untuk berpikir dan berkarya (Paham Qodariah).
Harun Nasution mengatakan bahwa kebangkitan umat Islam tidak hanya ditandai dengan emosi keagamaan yang meluap-luap, tapi harusberdasarkan pemikiran yang dalam, menyeluruh, dan filosofis terhadap agama Islam itu sendiri.
Dengan demikian apapun paham yang terus lahir dan berkembang ambilah pendekatan pemikirannya sehingga kita akan mampu menjadi manusia yang benar-benar mampu digelari kholifah Fil Ard.

Jumat, 06 April 2012

Dalil Warits Dalam Hadits

Ketentuan dalam hukum waris Islam yang menyangkut para ahli waris yang berhak mendapat bagian dengan jumlah yang sudah tertentu yang disebut ashhabul-furudh beserta bagian mereka masing-masing dan para ahli waris yang mendapat sisa yang disebut juga dengan ‘ashabah sudah ditetapkan dengan jelas di dalam Al-Qur’an dalam ayat-ayat mawaris utama, yaitu Surat An-Nisa’ ayat 11, 12, dan 176. Di samping para ahli waris yang disebutkan dalam ketiga ayat ini, ada juga ahli waris yang belum disebutkan, seperti kakek, nenek, cucu, paman, dan bibi. Para ahli waris ini disebutkan dalam beberapa hadits Nabi SAW. Demikian pula, beberapa ketentuan yang berkaitan dengan hukum waris, seperti orang-orang yang tidak bisa menjadi ahli waris dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam hadits-hadits beliau. Berikut ini diuraikan beberapa hadits Nabi SAW yang berkaitan dengan hukum waris Islam dan menjadi pelengkap sumber hukum waris Islam.
1.      Hadits no. 1
Dari Ibnu Abbas RA dari Nabi SAW, beliau bersabda: "Berikanlah faraidh (bagian-bagian yang telah ditentukan) kepada yang berhak, dan selebihnya berikanlah kepada laki-laki dari keturunan laki-laki yang terdekat." (HR Bukhari dan Muslim)
Kesimpulan atau intisari hadits ini:
a.       Dalam pembagian warisan, ahli waris yang mendapat bagian lebih dahulu adalah ahli waris golongan ashhabul-furudh (ahli waris yang bagian mereka sudah tertentu), kemudian kalau ada sisanya baru diberikan kepada ahli waris golongan ‘ashabah (ahli waris penerima sisa).

2.      Hadits No.2
Dari Jabir bin Abdullah RA, dia berkata: Janda (dari Sa'ad RA) datang kepada Rasulullah SAW bersama dua orang anak perempuannya. Lalu ia berkata: "Wahai Rasulullah, ini dua orang anak perempuan Sa'ad yang telah syahid pada Perang Uhud. Paman mereka mengambil semua harta peninggalan ayah mereka dan tidak memberikan apa-apa untuk mereka. Keduanya tidak dapat kawin tanpa harta." Nabi SAW bersabda: "Allah akan menetapkan hukum dalam kejadian ini." Kemudian turun ayat-ayat tentang warisan. Nabi SAW memanggil si paman dan berkata: "Berikan dua pertiga untuk dua orang anak Sa'ad, seperdelapan untuk isteri Sa'ad, dan selebihnya ambil unukmu." (HR Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Kesimpulan atau intisari hadits ini:
a.        Dalam kasus pembagian warisan yang ahli warisnya terdiri dari dua orang anak perempuan, isteri, dan paman, maka kedua anak perempuan mendapat 2/3 bagian, isteri mendapat 1/8, dan paman menjadi ‘ashabah bin-nafsi yang mendapat sisanya.

3.      Hadits No. 3
Dari Huzail bin Surahbil RA, dia berkata: Abu Musa RA ditanya tentang kasus kewarisan seorang anak perempuan, anak perempuan dari anak laki-laki, dan seorang saudara perempuan. Abu Musa RA berkata: "Untuk anak perempuan setengah, untuk saudara perempuan setengah. Datanglah kepada Ibnu Mas'ud RA, tentu dia akan mengatakan seperti itu pula." Kemudian ditanyakan kepada Ibnu Mas'ud RA dan dia menjawab: "Saya menetapkan berdasarkan apa yang telah ditetapkan oleh Nabi SAW. Yaitu untuk anak perempuan setengah, untuk cucu perempuan seperenam sebagai pelengkap dua pertiga, sisanya untuk saudara perempuan." (HR Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Kesimpulan atau intisari hadits ini:
a.       Hadits ini menjadi dasar hukum yang menetapkan hak waris cucu perempuan (dari anak laki-laki) yang mendapat 1/6 bagian jika bersama dengan seorang anak perempuan yang mendapat 1/2 bagian. Sementara itu, saudara perempuan mendapat sisanya (dalam hal ini, saudara perempuan menjadi ‘ashabah ma’al-ghair dengan sebab adanya anak perempuan dan/atau cucu perempuan)

4.      Hadits No. 4
Dari Imran bin Husein RA bahwa seorang laki-laki mendatangi Nabi SAW sambil berkata: "Anak dari anak laki-laki saya meninggal dunia, apa yang saya dapat dari harta warisannya?" Nabi SAW bersabda: "Kamu mendapat seperenam." (HR Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi)
Kesimpulan atau intisari hadits ini:
a.       Hadits ini menjadi dasar hukum yang menetapkan hak waris kakek, yaitu kakek mendapat 1/6 bagian jika cucunya meninggal dengan syarat tidak ada bapak.

5.      Hadits No. 5
Dari Qabishah bin Dzuaib RA, dia berkata bahwa seorang nenek mandatangi Abu Bakar RA yang meminta warisan dari cucunya. Abu Bakar RA berkata kepadanya: "Saya tidak menemukan sesuatu untukmu dalam Kitab Allah, dan saya tidak mengetahui ada hukum dalam sunnah Nabi SAW. Kembalilah dulu, nanti saya akan bertanya kepada orang lain tentang hal ini." Mughirah bin Syu'bah RA berkata: "Saya pernah menghadiri majelis Nabi SAW yang memberikan hak nenek sebanyak seperenam." Abu Bakar RA berkata: "Apakah ada orang lain selain kamu yang mengetahuinya?" Muhammad bin Maslamah RA berdiri dan berkata seperti yang dikatakan Mughirah RA. Maka akhirnya Abu Bakar RA memberikan hak warisan nenek itu." (HR Tirmidzi, Abu Daud, dan Ibnu Majah)

Kesimpulan atau intisari hadits ini:
a.       Hadits ini menjadi dasar hukum yang menetapkan hak waris nenek, yaitu nenek mendapat 1/6 bagian jika cucunya meninggal dengan syarat tidak ada ibu.

6.      Hadits No. 6
Dari Usamah bin Zaid RA bahwa Nabi SAW bersabda, "Seorang muslim tidak mewarisi nonmuslim, dan nonmuslim tidak mewarisi seorang muslim." (H.R. Bukhari dan Muslim)
Kesimpulan atau intisari hadits ini:
a.       Hadits ini menjadi dasar hukum yang menetapkan bahwa hak waris-mewarisi tidak terjadi antara dua orang yang berbeda agama.

7.      Hadits No.7
Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Pembunuh tidak boleh mewarisi." (H.R. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Kesimpulan atau intisari hadits ini:
a.       Hadits ini menjadi dasar hukum yang menetapkan bahwa seorang pembunuh tidak berhak mewarisi orang yang dibunuhnya. Dengan kata lain, hak warisnya menjadi hilang akibat perbuatannya membunuh itu.

8.      Hadits No. 8
Dari Sa'ad bin Abi Waqqash RA ia berkata: "Saya pernah sakit di Mekkah, sakit yang membawa kematian. Saya dijenguk oleh Nabi SAW. Saya berkata kepada Nabi SAW, 'Ya Rasulullah, saya memiliki harta yang banyak, tidak ada yang akan mewarisi harta kecuali seorang anak perempuan, bolehkah saya sedekahkan dua pertiganya?' Jawab Nabi SAW, 'Tidak.' Saya berkata lagi, 'Bagaimana kalau separuhnya ya Rasulullah?' Jawab Nabi SAW, 'Tidak.' Saya berkata lagi, 'Sepertiga?' Nabi SAW bersabda, 'Ya, sepertiga, dan sepertiga itu sudah banyak. Sesungguhnya jika kamu meninggalkan keluargamu berkecukupan lebih baik daripada meninggalkan mereka berkekurangan, sampai-sampai meminta kepada orang'." (H.R. Bukhari)
Kesimpulan atau intisari hadits ini:
a.       Hadits ini menjadi dasar hukum yang menetapkan bahwa wasiat dibatasi hanya sampai sepertiga (1/3) dari jumlah harta peninggalan, karena sepertiga itu sudah banyak, dan mewasiatkan harta melebihi jumlah ini akan mengurangi penerimaan para ahli waris yang berhak mendapat bagian.

9.      Hadits No. 9
Dari 'Amr bin Muslim dari Thawus dari 'Aisyah RA ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Saudara laki-laki ibu menjadi ahli waris bagi yang tidak ada ahli warisnya." (H.R. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Kesimpulan atau intisari hadits ini:
a.       Saudara laki-laki dari ibu (yaitu bibi) juga termasuk ahli waris, tetapi golongan dzawil-arham, yang mendapat bagian jika tidak ada ahli waris golongan ashhabul-furudh dan ‘ashabah.

10.  Hadits No. 10
Dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW beliau bersabda: "Saya adalah lebih utama bagi seorang mukmin daripada diri mereka sendiri. Barangsiapa yang meninggal dan mempunyai utang dan tidak meninggalkan harta untuk membayarnya, maka sayalah yang akan melunasinya. Barangsiapa yang meninggalkan harta, maka harta itu adalah untuk ahli warisnya." (H.R. Bukhari dan Muslim)

Kesimpulan atau intisari hadits ini:
a.       Rasulullah SAW semasa hidup beliau telah bersedia menjadi orang yang bertanggung jawab melunasi utang orang yang mati dalam keadaan tidak mempunyai harta untuk membayarnya.

11.  Hadits No. 11
Dari Jabir bin Abdullah dan Miswar bin Makhramah, mereka berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Seorang bayi tidak berhak menerima warisan kecuali ia lahir dalam keadaan bergerak dengan jelas. Gerakannya diketaui dari tangis, teriakan, atau bersin." (H.R. Ibnu Majah)
Kesimpulan atau intisari hadits ini:
a.       Bayi yang baru lahir dalam keadaan hidup berhak mendapatkan harta warisan.

Demikianlah beberapa hadits Nabi SAW yang dapat dijadikan sebagai pelengkap sumber hukum waris Islam setelah Al-Qur’an. Dari ayat-ayat mawaris dan hadits-hadits mawaris, maka para ulama telah menyusun satu cabang ilmu dalam agama Islam yang diberi nama Ilmu Faraidh atau Ilmu Mawaris yang menjadi pedoman bagi umat Islam untuk melaksanakan pembagian harta warisan sesuai dengan petunjuk Allah SWT dan bimbingan Rasulullah SAW.