Jumat, 06 April 2012

Dalil Warits Dalam Alquran

Ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi sumber bagi hukum waris Islam secara garis besarnya dapat dibagi atas dua kelompok, yaitu ayat-ayat mawaris utama, dan ayat-ayat mawaris tambahan. Ayat-ayat mawaris utama menyebutkan secara rinci para ahli waris dan bagian mereka masing-masing yang dinyatakan dalam enam macam angka pecahan, yaitu 1/2, 1/4, 1/8, 2/3, 1/3, dan 1/6. Sementara itu, ayat-ayat mawaris tambahan hanya memberikan ketentuan umum yang berkaitan dengan pembagian warisan, tetapi tidak memberikan rinciannya.

A.    Ayat-ayat Mawaris Utama
Ayat-ayat mawaris utama hanya ada tiga ayat di dalam Al-Qur’an, yang ketiganya berada dalam Surat An-Nisa’, yaitu ayat 11, 12, dan 176. Terjemahan ketiga ayat ini adalah sebagai berikut:
1.      Q.S. An-Nisa’ ayat 11:
“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Kesimpulan atau intisari yang dapat diambil dari ayat ini adalah sebagai berikut:
a.       Bagian anak perempuan: 1/2 jika seorang
b.      2/3 jika dua orang atau lebih
c.       'ushubah (sisa) jika bersama dengan anak laki-laki
d.      Bagian anak laki-laki: 'ushubah (sisa)
e.       Bagian ibu: 1/6 jika si mayit mempunyai anak atau dua orang saudara atau lebih
f.       1/3 jika si mayit tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai dua orang saudara atau lebih
g.      1/3 dari sisa (dalam masalah gharrawain yang ahli warisnya terdiri dari suami atau isteri, ibu, dan bapak)
h.      Bagian bapak: 1/6, jika si mayit mempunyai anak laki-laki 'ushubah (sisa), jika si mayit tidak mempunyai anak laki-laki

2.      Q.S. An-Nisa’ ayat 12:
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.”

Kesimpulan atau intisari yang dapat diambil dari ayat ini adalah sebagai berikut:

a.       Bagian suami: 1/2 jika si mayit tidak mempunyai anak
b.      1/4 jika si mayit mempunyai anak
c.       Bagian isteri:
1/4 jika si mayit tidak mempunyai anak
1/8 jika si mayit mempunyai anak
d.      Bagian saudara laki-laki/perempuan seibu (kasus kalalah):
1/6 jika seorang 1/3 dibagi rata jika dua orang atau lebih
(Catatan: kalalah adalah seseorang yang wafat tanpa meninggalkan bapak dan anak)

3.      Q.S. An-Nisa’ ayat 176:
 “Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu) jika seseorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan) jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari gabungan) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Kesimpulan atau intisari yang dapat diambil dari ayat ini adalah sebagai berikut:
a.       Bagian saudara perempuan kandung atau sebapak (kasus kalalah):
1/2 jika seorang
2/3 jika dua orang atau lebih
'ushubah (sisa) jika bersama saudara laki-laki kandung atau sebapak
b.      Bagian saudara laki-laki kandung atau sebapak (kasus kalalah):
'ushubah (sisa)
   B.     Ayat-ayat Mawaris Tambahan
Beberapa ayat yang dapat dianggap sebagai ayat-ayat mawaris tambahan terdapat di beberapa surat, antara lain An-Nisa’, Al-Anfal, dan Al-Ahzab. Berikut ini terjemahan untuk masing-masing ayat itu.
1.      Q.S. An-Nisa’ ayat 7:
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.”
Kesimpulan atau intisari ayat ini:
Laki-laki dan wanita (baik masih kecil maupun sudah dewasa, baik kuat berjuang maupun tidak) sama-sama mempunyai hak untuk mendapatkan harta warisan meskipun dengan jumlah bagian yang tidak sama.
Ayat ini sekaligus menghapus ketentuan warisan pada masa jahiliyah yang memberikan harta warisan kepada orang laki-laki saja, ditambah lagi dengan syarat harus sudah dewasa dan kuat berjuang (berperang)

2.      Q.S. An-Nisa’ ayat 8:
“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.”
Kesimpulan atau intisari ayat ini:
Ayat ini memberikan anjuran kepada keluarga yang melaksanakan pembagian harta warisan agar memperhatikan kerabat (yang tidak memperoleh harta warisan), anak yatim, dan orang miskin serta memberikan sebagian (sekedarnya) dari harta warisan kepada mereka sehingga mereka tidak berkecil hati atas pembagian harta itu.

3. Q.S. An-Nisa’ ayat 9:
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”
Kesimpulan atau intisari ayat ini:
Ayat ini memberikan tuntunan kepada orang-orang yang memiliki harta agar sebelum wafat memperhatikan kesejahteraan anak keturunan mereka, misalnya dengan mengutamakan pemberian harta warisan kepada anak daripada pemberian wasiat kepada orang lain, sehingga kebutuhan dan kesejahteraan anak nantinya dapat dipenuhi dengan layak.

4. Q.S. An-Nisa’ ayat 10:
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zhalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).”
Kesimpulan atau intisari ayat ini:
Ayat ini memberikan tuntunan kepada kerabat dari yang meninggal agar anak-anak yang ditinggalkan oleh orang tua mereka, terutama yang masih belum baligh (masih kanak-kanak) hendaklah bagian mereka disimpan dan dijaga sebaik-baiknya supaya mereka (anak-anak yatim itu) nantinya dapat menggunakan harta warisan yang menjadi hak mereka dari orang tua mereka, bukan malah sebaliknya memakan harta anak yatim itu secara zhalim.

5. Q.S. An-Nisa’ ayat 13:
“(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar.”
Kesimpulan atau intisari ayat ini:
Ayat ini memberikan janji balasan Allah atas orang-orang yang melaksanakan hukum waris (membagi harta warisan) sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya, yaitu berupa surga di akhirat kelak.

6. Q.S. An-Nisa’ ayat 14:
“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.”
Kesimpulan atau intisari ayat ini:
Ayat ini memberikan ancaman Allah atas orang-orang yang membagi harta warisan tidak sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya, yaitu berupa neraka di akhirat kelak.
7. Q.S. An-Nisa’ ayat 19:
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa…”
Kesimpulan atau intisari ayat ini:
Ayat ini menghapus adat jahiliyah yang menjadikan wanita sebagai harta warisan, karena pada masa jahiliyah apabila seorang laki-laki meninggal dunia, maka anaknya yang tertua atau anggota keluarganya yang lain mewarisi janda itu. Janda tersebut boleh dikawini sendiri atau dikawinkan dengan orang lain yang maharnya diambil oleh keluarga pewaris atau tidak dibolehkan kawin lagi.
Ayat ini tidak menunjukkan bahwa mewariskan wanita tidak dengan jalan paksa dibolehkan. Dengan demikian, maka tidak diperbolehkan lagi wanita dijadikan sebagai harta warisan dari suaminya yang meninggal lebih dahulu.

8. Q.S. An-Nisa’ ayat 33:
“Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu-bapak dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya. Dan (jika ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.”
Kesimpulan atau intisari ayat ini:
Ayat ini pada awalnya merupakan dasar hukum yang membolehkan adanya hak waris-mewarisi antara dua orang yang melakukan sumpah-setia (muhalafah) pada masa jahiliyah, tetapi kemudian menurut sebagian ahli tafsir ayat ini dinasakh (dihapus) dengan turunnya Surat Al-Anfal ayat 75 sehingga muhalafah tidak bisa lagi dijadikan salah satu sebab mewarisi.

9. Q.S. An-Nisa’ ayat 127:
“Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al Quran (yaitu Surat An-Nisa’ ayat 2 dan 3), (juga memfatwakan) tentang para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa-apa yang ditetapkan untuk mereka (yaitu harta warisan dan mahar), sedang kamu ingin mengawini mereka, dan tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. Dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. Dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, maka Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui atas hal itu.”
Kesimpulan atau intisari ayat ini:
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa wanita juga mendapat bagian harta warisan secara pasti, sedikit atau banyak. Dengan demikian, wanita juga bisa menjadi ahli waris, sema seperti laki-laki.
Menurut adat Arab Jahiliyah seorang wali berkuasa atas wanita yatim yang dalam asuhannya dan berkuasa akan hartanya. Jika wanita yatim itu cantik dikawini dan diambil hartanya. Jika wanita itu buruk rupanya, dihalanginya kawin dengan laki-laki yang lain supaya dia tetap dapat menguasai hartanya. Kebiasaan di atas dilarang melakukannya oleh ayat ini.

10. Q.S. An-Anfal ayat 72:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi (menjadi wali). Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
Kesimpulan atau intisari ayat ini:
Yang dimaksud lindung-melindungi ialah: di antara muhajirin dan anshar terjalin persaudaraan yang amat teguh (disebut muakhkhah), untuk membentuk masyarakat yang baik. Demikian keteguhan dan keakraban persaudaraan mereka itu, sehingga pada pemulaan Islam mereka waris-mewarisi seakan-akan mereka bersaudara kandung.
Ayat ini pada mulanya menjadi dasar hukum yang menjadikan hijrah dan muakhkhah (persaudaraan antara muhajirin dan anshar) sebagai sebab waris-mewarisi.

11. Q.S. An-Anfal ayat 75:
“Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu, maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Kesimpulan atau intisari ayat ini:
Ayat ini menjelaskan bahwa salah satu yang menjadi dasar (sebab) waris-mewarisi dalam Islam ialah hubungan kerabat, bukan hubungan persaudaraan keagamaan sebagaimana yang terjadi antara muhajirin dan anshar pada permulaan Islam.
Ayat ini sekaligus menasakh (menghapus) ketentuan dalam Q.S. Al-Anfal ayat 72 sehingga hijrah dan muakhkhah (persaudaraan antara muhajirin dan anshar) tidak dijadikan lagi sebagai sebab waris-mewarisi.

12. Q.S. An-Ahzab ayat 4 - 5:
“Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah. Dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Kesimpulan atau intisari ayat ini:
Ayat ini menegaskan bahwa status hukum anak angkat tidak sama dengan anak kandung, seperti halnya status hukum isteri tidak sama dengan ibu. Dengan demikian, dalam hal kewarisan, maka anak angkat tidak mendapat hak waris atas harta peninggalan orang tua angkatnya. Jadi ayat ini melarang untuk menyamakan anak angkat dengan anak kandung.
Ayat ini sekaligus menasakh (menghapus) ketentuan pembagian warisan pada masa jahiliyah yang menjadikan status anak angkat sama dengan status anak kandung dalam pembagian warisan.

13. Q.S. An-Ahzab ayat 40:
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Kesimpulan atau intisari ayat ini:
Dalam ayat ini dinyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW bukanlah ayah dari salah seorang sahabat. Dengan demikian, bekas isteri Zaid dapat dinikahi oleh Rasulullah SAW karena Zaid adalah anak angkat Rasulullah SAW. Seandainya Zaid sebagai anak angkat Rasulullah SAW disamakan statusnya dengan anak kandung, maka Rasulullah SAW tidak boleh menikahi mantan isteri Zaid. Demikian pula halnya kalau anak angkat dijadikan sebagai anak kandung, maka akan membawa pengaruh terhadap pembagian warisan.
Seperti juga Q.S. Al-Ahzab ayat 4-5, ayat ini menasakh (menghapus) ketentuan pembagian warisan pada masa jahiliyah yang menjadikan status anak angkat sama dengan status anak kandung dalam pembagian warisan.

 

Rabu, 07 Maret 2012

Pendidikan Dalam Surat Luqman : 12



Dalam surat luqman ayat 12 yang artinya, “Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya Lagi Maha Terpuji”.
Dasar pembentukan karakter itu adalah nilai baik atau buruk. Nilai baik disimbolkan dengan nilai Malaikat dan nilai buruk disimbolkan dengan nilai Setan. Karakter manusia merupakan hasil tarik-menarik antara nilai baik dalam bentuk energi positif dan nilai buruk dalam bentuk energi negatif. Energi positif itu berupa nilai-nilai etis religius yang bersumber dari keyakinan kepada Tuhan, sedangkan energi negatif itu berupa nilai-nilai yang a-moral yang bersumber dari taghut (Setan).
Nilai-nilai etis moral itu berfungsi sebagai sarana pemurnian, pensucian dan pembangkitan nilai-nilai kemanusiaan yang sejati (hati nurani). Energi positif itu berupa: Pertama, kekuatan spiritual. Kekuatan spiritual itu berupa îmân, islâm, ihsân dan taqwa, yang berfungsi membimbing dan memberikan kekuatan kepada manusia untuk menggapai keagungan dan kemuliaan (ahsani taqwîm); Kedua, kekuatan potensi manusia positif, berupa âqlus salîm (akal yang sehat), qalbun salîm (hati yang sehat), qalbun munîb (hati yang kembali, bersih, suci dari dosa) dan nafsul mutmainnah (jiwa yang tenang), yang kesemuanya itu merupakan modal insani atau sumber daya manusia yang memiliki kekuatan luar biasa. Ketiga, sikap dan perilaku etis. Sikap dan perilaku etis ini merupakan implementasi dari kekuatan spiritual dan kekuatan kepribadian manusia yang kemudian melahirkan konsep-konsep normatif tentang nilai-nilai budaya etis. Sikap dan perilaku etis itu meliputi: istiqâmah (integritas), ihlâs, jihâd dan amal saleh.
Energi positif tersebut dalam perspektif individu akan melahirkan karakter, yaitu orang yang bertaqwa, memiliki integritas (nafs al-mutmainnah) dan beramal saleh. Aktualisasi orang yang berkualitas ini dalam hidup dan bekerja akan melahirkan akhlak budi pekerti yang luhur karena memiliki personality (integritas, komitmen dan dedikasi), capacity (kecakapan) dan kompetensi yang bagus pula (professional).
Kebalikan dari energi positif di atas adalah energi negatif. Energi negatif itu disimbolkan dengan kekuatan materialistik dan nilai-nilai thâghût (nilai-nilai destruktif). Kalau nilai-nilai etis berfungsi sebagai sarana pemurnian, pensucian dan pembangkitan nilai-nilai kemanusiaan yang sejati (hati nurani), nilai-nilai material (thâghût ) justru berfungsi sebaliknya yaitu pembusukan, dan penggelapan nilai-nilai kemanusiaan. Hampir sama dengan energi positif, energi negatif terdiri dari: Pertama, kekuatan thaghut. Kekuatan thâghût itu berupa kufr (kekafiran), munafiq (kemunafikan), fasiq (kefasikan) dan syirik (kesyirikan) yang kesemuanya itu merupakan kekuatan yang menjauhkan manusia dari makhluk etis dan kemanusiaannya yang hakiki (ahsani taqwîm) menjadi makhluk yang serba material (asfala sâfilîn); Kedua, kekuatan kemanusiaan negatif, yaitu pikiran jahiliyah (pikiran sesat), qalbun marîdl (hati yang sakit, tidak merasa), qalbun mayyit (hati yang mati, tidak punya nurani) dan nafsu ‘l-lawwamah (jiwa yang tercela) yang kesemuanya itu akan menjadikan manusia menghamba pada ilah-ilah selain Allah berupa harta, sex dan kekuasaan (thâghût). Ketiga, sikap dan perilaku tidak etis. Sikap dan perilaku tidak etis ini merupakan implementasi dari kekuatan thâghût dan kekuatan kemanusiaan negatif yang kemudian melahirkan konsep-konsep normatif tentang nilai-nilai budaya tidak etis (budaya busuk). Sikap dan perilaku tidak etis itu meliputi: takabur (congkak), hubb ad-dunyâ (materialistik), dzâlim (aniaya) dan amal sayyiât (destruktif).
Energi negatif tersebut dalam perspektif individu akan melahirkan orang yang berkarakter buruk, yaitu orang yang puncak keburukannya meliputi syirk, nafs lawwamah dan ’amal al sayyiât (destruktif). Aktualisasi orang yang bermental thâghût ini dalam hidup dan bekerja akan melahirkan perilaku tercela, yaitu orang yang memiliki personality tidak bagus (hipokrit, penghianat dan pengecut) dan orang yang tidak mampu mendayagunakan kompetensi yang dimiliki.

Kamis, 01 Maret 2012

Mohon Maaf


Meminta Maaf, Memaafkan dan Dimaafkan

*      Maafkan kesalahan orang lain sebelum anda meminta maaf maka anda akan dimaafkan.
*      Meminta maaf harus dilakukan sebelum anda dimaafkan.  Maka anda yang terbaik.
*      Memafkan kesalahan orang lain sebelum dia meminta maaf maka anda luar biasa.
*      Dimaafkan sebelum memaafkan maka mintalah maaf.
Makna sususnan kata itu bersifat luas tergantung anda memahaminya. Saya tidak memebatasi pemahaman anda karena pemahaman sayalah yang masih terbatas.
Yang terpenting jangan mengungkit kesalahan orang lain ataupun menceritakannya pada khalayak karena bukan kesadaran yang akan kamu dapatkan darinya tapi hanyalah gunjingan bahkan kdzoliman.

dok. 12/30/2011

Senin, 20 Februari 2012

Kata-Kata Inspiratif



Oleh Sakadang Kuya · 25 Agustus 2011

Berbuat salah kepada orang lain ibarat kau menancapkan paku kepada sebuah kayu.  & minta maaf berarti kau mencabut paku tersebut, memng dimaafkan tapi lihat kayu itu pasti berbekas, semkin banyak kau berbuat salah & meminta maaf semakin banyak pula lubang paku itu . .
"tidak menyakiti orang lain lebih baik dari pada meminta maaf"

Menyesal
oleh Sakadang Kuya pada 26 Agustus 2011 pukul 0:51 ·

Menyesal bukan hal yang hina. Jika dibarengi pertaubatan yang serius.Tidak sekedar  janji tuk tidak mengulangi,
karena dengan du2k terdiam pun anda akan menysal,

Menyesal karena Ikhtiar yang gagal lebih baik dari pada meyesal karena diam.
Iktiar adalah perencanaan kesuksesan & diam adalah perencanaan kegagalan.
Mangga !!

Memilih
oleh Sakadang Kuya pada 26 Agustus 2011 pukul 10:15 ·

Yang enak belum tentu yang terbaik. .yang kita rasakan belum tentu yang tuhan harapkan. . ,

Papun pilihan anda berdoalah. . .'ijak perkara ini baik bagiku dan agmku maka brkn keberkahan dan kemudahan mendapatkanya.
Tapi  jika sebaliknya  jauhkanlah dariku dan gantilah dengan yang  terbaik. . 'amin. .
'. Istqhoroh. '

Gugah. . .
oleh Sakadang Kuya pada 26 Agustus 2011 pukul 20:12 ·

Bukankah air yang diam lebih cepat busuk?
Kunci tak dipakai lebih cepat bersert?
& mesin tak dipakai lebih cepat berkarat? Lalu mengapa masih kau diamkan dirimu  tidak melangkah. . .

Resapi fungsi organ anda. .
apa guna kaki bila tak melangkah dan apalah guna mata jika tak menatap masa depan. . . 

Ngobrol
oleh Sakadang Kuya pada 28 Agustus 2011 pukul 13:15 ·

Berlapang-lapanglah kalian didalam majlis maka allah akan melapangkanmu. . .
Jika kalian duduk bertiga maka kamu  berdua janganlah berbisik-bisik karena yang lainnya  akan tersakiti, dan jagalah dirimu dari berbicara yang keluar alur bahasn karena kamu akan dicemoohkan. . ... (Kitab pnduan Khutbatul Ars'y) 
Top of Form

Mobil
oleh Sakadang Kuya pada 4 September 2011 pukul 3:10 ·

Aku Istighfar dalam batin dengan kejadian ini.
Fasiiltas  telah aku  beri asal ada yang mau mengambil disuatu daerah. .. .
Mobil dan kuncinya pun telah aku berikan.
Tapi sampai  acara hampir dimulai dia msh kebingungn. . .
"dalam htinya berbisik, saya tidak bisa mengendarainya"
Apa hikmah yg dapat dambil darinya?
Aku tau kamu tau…. Jangan kau ucap LAKUKAN SAJA!!!!

Sedikit
oleh Sakadang Kuya pada 4 September 2011 pukul 3:46 ·

Dia lakukan apa yang baru saya pikirkan,
Sedikit beda dengan saya.
Tapi saat gagal dia lebih berarti dari saya. . .
Dia melakukan gagal tapi saya memikirkan kegagalan yang belum tentu terjadi.
Hasilnya pun akan beda,
Bagaimana menurut anda????

4 September 2011 pukul 4:12 · Suka

Sakadang Kuya Sdikit bedax mungkin tp mimpi indhmu akn brntakan oleh jeritan seekor nyamuk dtlingamu.
4 September 2011 pukul 4:18 · Suka

Nia Mar'atusholiha g apa,,kn ada 3 rOda,,
sP  tkUut,,
4 September 2011 pukul 4:24 · Suka

Sakadang Kuya  Dsni ltaknya sdikt perbdaan it. .saat org mewjudkn mmv indhx, Tp dia mlh mencri altrnatif untk dpt menymbng mmvx atw bhkn truz bermmv.
4 September 2011 pukul 4:35 · Suka


Gelap
oleh Sakadang Kuya pada 7 September 2011 pukul 22:20 ·

Daripada mengutuki kegelapan lebih baik ambil lilin lalu nyalakan.
Jika anda tinggal di dunia kecil mk hiasi dunia itu,
Jika anda tak mampu menjadi jalan raya  jadilah  jalan setapak menuju mata air yang dijadikan langkah orang kehausan.  . .
Kelamahan adalah kkuatan.
Go bisaa.,
(Transtv, jika aku menjadi)

Pendidik
oleh Sakadang Kuya pada 9 September 2011 pukul 16:36 ·

"ORANG BESAR ADALAH YG MAU MENGAJAR" (Kyaiku)
Ekspresikan dirimu seperti yang kau mau & raih semua mimpimu. Tapi apapun propesimu&siapapun dirimu. . . jadilah pendidik walaupn untuk seorang murid.
#orang hebat adalah yang bisa menjadikn orang lain menjadi  hebat. (logikabayi.seph)