Oleh : Asep Hasan Muhidin
Karakter adalah suatu tabiat atau kebiasaan. Dalam
psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang
mengarahkan tindakan seorang individu. Karena itu, jika pengetahuan mengenai
karakter seseorang itu dapat diketahui, maka dapat diketahui pula bagaimana
individu tersebut akan bersikap untuk kondisi-kondisi tertentu.
Dilihat dari
sudut pengertian, ternyata karakter dan akhlak tidak memiliki perbedaan yang
signifikan. Karena akhlak adalah suatu sifat yang
tertanam dalam jiwa yg daripadanya
timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dan tidak memerlukan pertimbangan pikiran lebih
dulu (Imam Al Ghazali). Sedangkan menurut Prof Dr Ahmad Amin memberikan
definisi bahwa akhlak ialah Adatul iradah/ kehendak yg dibiasakan artinya
bahwa bila kehendak itu dibiasakan maka
kebiasaan itu dinamakan akhlak. Dengan demikian Karakter atau akhlak Keduanya didefinisikan sebagai suatu tindakan yang
terjadi tanpa ada lagi pemikiran karena sudah tertanam dalam pikiran, dan
dengan kata lain, keduanya dapat disebut dengan kebiasaan.
Individu muslim dapat dikatakan
berkarakter baik atau unggul jika ia selalu berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Allah SWT, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta
dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan)
dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).
Hal ini bias terwujud jika individu
tersebut mengikuti pendidikan penanaman nilai-nilai karakter yang
meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar
manusia, yang bersumber dari nilai moral berdasarkan agama sehingga pendidikan ini memiliki tujuan yang
pasti yaitu keyakinan yang kuat dan pengamalan sebagai bentuk nilai maksimal
dari ranah psikomotor.
Dalam analogi sederhananya mengenai pendidikan yang bertujuan jelas dan
tidak adalah seperti halnya dua tanaman yang saya temukan di pegunungan curug
Cujalu yaitu tanaman yang layu hampir kering dan tanaman yang sehat menjulang
tinggi. Tanaman yang layu dan hampir kering merupakan ibarat hidup manusia yang
menjalani hidupnya tanpa tujuan dan tanpa harapan. Setiap yang ia pikirkan
hanyalah bagaimana mencukupi kebutuhan sehari – hari dengan seringkali mengeluh
akan nasib yang ia terima. Tanaman yang tumbuh segar merupakan perumpamaan dari
seorang yang hidupnya penuh semangat karena ia memiliki impian, cita–cita, dan
harapan sehingga hidupnya memang terlihat lebih hidup.
Inilah yang menjadi tujuan utama pendidikan yaitu mencetak individu menjadi
manusia yang memiliki impian tujuan dan harapan yang terukur sehingga mampu
mewujudkannya.
“Dia menumbuhkan
bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, kurma, anggur, dan segala
macam buah-buahan. Sesungguhnya, pada yang demikian itu benar-benar ada tanda
(kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (An-Nahl: 11)
Inilah yang paling menarik untuk direnungkan selanjutnya
dari sebatang pohon. Pohon memiliki karakter kuat yang patut untuk di contoh
oleh umat manusia dengan segala keterbatasannya ia tumbuh selalu menuju ke
titik cahaya. Saat tumbang karena terpaan angin dan masih diberi kesempatan
tumbuh maka ia tumbuh menuju cahaya. Jika Doni Koesoema A sebagai Direktur
Pendidikan Karakter mengungkapkan tiga matra pendidikan karakter yang
menjadi dasar bagi pengembangan pendidikan karakter utuh dan menyeluruh, yaitu
matra individual, matra sosial, dan matra moral maka pohonlah yang menjawabnya.
“Ya Tuhan kami,
tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka.” (Ali Imran: 191)
Pertama pohon menjawab matra individual bahwa pohon
mampu menegakan dirinya untuk tumbuh tanpa ketergantungan dirinya pada yang
lain, ini karena ia selalu berada dala posisi mengarah dan menuju cahaya. Jika
hal ini dicontoh oleh manusia dalam membangun karakternya untuk selalu menuju
cahaya ilahi dan berada dalam cahaya keimanan maka ia akan lebih sempurna dari
pada pohon. Dengan demikian setiap individu akan
memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai
seperti percaya diri, bertanggung jawab, analitis, kreatif dan inovatif,
mandiri, hidup sehat, sabar, dapat dipercaya, jujur, dan selalu berfikir
positif.
Kedua matra sosial, digambarkan pohon dalam
penyimpanan air dalam akar-akarnya dengan demikian telah terjadi penghematan
air yang mungkin akan menjadi bencana bagi makhluk yang lain. Jiwa sosial inilah
yang semestinya menjadi karakter individu muslim yaitu berbudi pekerti baik
antar sesama. Individu yang berbudi pekerti adalah seseorang yang berusaha
melakukan hal-hal yang terbaik pada saat ini, baik terhadap Allah
SWT, dirinya, sesama, dan lingkungan dengan
mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).
Ketiga matra
moral, kini pohon kelapa yang tumbuh di bagian panggal air terjun Cijalulah
yang menjawabnya berapa banyak orang
yang memuji pohon kelapa sebagai lambang keindahan dan kebijaksanaan bahkan ada
yang mengabadikannya dalam lagu Rayuan Pulau Kelapa yang menggambarkan
keindahan negara Indonesia yang elok dan dicintai oleh bangsanya. Dari renungan
ini menggambarkan suatu organisme atau makhluk hidup yang tangguh dan eksis
dalam kondisi lingkungan yang minim. kelapa berguna bagi makhluk hidup lain mulai
akar sampai buahnya. Seandainya karakter ini sanggup dijalani manusia dalam kehidupannya
dia akan menjadi manusia yang tegar, kokoh, dan tidak terombang-ambing oleh
arus kebusukan sosial. Meskipun hidup dalam kekurangan, dia mampu berusaha
untuk menyambung hidup dan bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Karena semua
manusia itu di ciptakan dalam keadaan sempurna jika tidak maka cara pandang
manusialah yang tidak sempurna.
Dari uraian matra moral
yang di analaogikan melalui pohon kelapa ini menekankan pada penanaman nilai-nilai
karakter syukur sehingga mampu menjadi individu siap pakai dimana dan kapan
saja. Siap mental dan tahan dari segala cobaan dan hantaman berbagai permasalah
hidup yang akan selalu mengiringinya.
Kita dapat
merenungi sejenak tentang surat An-Nahl: 11 di atas, yaitu tentang pohon kurma. Kurma tumbuh dari
biji yang sangat kecil (ukuran biji tidak lebih dari 1 cm3). Dari
biji ini tumbuh sebatang pohon dengan panjang mencapai 4-5 m dan beratnya bisa
mencapai ratusan kilo gram. Satu hal yang diperlukan biji tersebut untuk dapat
mengangkat beban yang berat ini adalah tanah di mana ia tumbuh.
Bagaimana sebutir
biji mengetahui cara membentuk sebuah pohon? Bagaimana biji tersebut “berpikir”
untuk melebur dengan senyawa tertentu di dalam tanah untuk menciptakan kayu?
Bagaimana dia meramalkan bentuk dan struktur yang dibutuhkan? Pertanyaan
terakhir ini sangat penting karena ia bukanlah sebatang pohon sederhana yang
keluar dari sebutir biji. Dia adalah organisme hidup yang kompleks dengan akar
untuk menyerap zat-zat dari dalam tanah, dengan urat dan cabang-cabang yang
diatur dengan sempurna. Seorang manusia akan menemui kesulitan untuk
menggambarkan dengan tepat sebuah bentuk pohon, ketika secara kontras sebutir
biji yang sederhana dapat menghasilkan sebuah benda yang kompleks hanya dengan
menggunakan zat-zat yang ada di dalam tanah. Dan ini jawabannya ini
adalah rahasia tuhan yang akan menjadi pendidikan bagi manusia.
Dengan demikian untuk mendasari kebehasilan
pendidikan karakter yang menjadi trend masa kini adalah dengan :
1.
Menanamkan nilai-nilai Ketauhidan terhadap Allah dengan
meyakini sifat-sifatnya tidak ada sekutu dan yang mampu menandingi kekuasaannya
serta berpegang tugah pada kalamnya (Alquran).
Dalam alquran luqmanul
hakim menerapan pendidikan karakter terhadap anaknya, yang artinya :
“ Dan (ingatlah) ketika
Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.(Luqman : 13)"
2.
Membina budi pekerti/ perangai terpuji sejak dini. Sebagai
mana firman Allah SWT:
(Luqman berkata):
"Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi,
dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi
Maha Mengetahui (Lukman:16).
Dan janganlah kamu
memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di
muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong lagi membanggakan diri. (Lukman:18).
3.
Menumbuhkan rasa syukur pada setiap takdir ketentuan Allah
SWT.
Sebagaiman firman Allah SWT yang artinya:
Dan sesungguhnya telah
Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan
barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk
dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji.(Luqman : 12)"
4.
Menegakan shalat dan Amar ma’ruf nahi munkar sebagai
bentuk ibadah dan implementasi keimanan.
Konteks
ini dijelaskan dalam alquran surat 31:17 yang artinya Hai anakku, dirikanlah
shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
Wallohu’alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar